Alam bagi saya adalah anugerah
Tuhan dengan keindahan yang tiada habisnya. Adalah merupakan sebuah gairah bagi
pecinta alam seperti saya untuk melakukan aktivitas di alam untuk lepas sejenak
dari hiruk pikuk kota dan mencari ketenangan. Oleh karena itu saya selalu
bersemangat dan berusaha untuk meluangkan waktu jika ada teman mengajak saya
untuk kemah atau mendaki. Di Bali sendiri orang-orang mengatakan bahwa kegiatan
kemah dan mendaki saat ini sedang menjadi trend sehingga mulai banyak orang
yang non pecinta alam juga berminat untuk mencoba menikmati alam dengan kemah
atau mendaki.
Kali ini saya akan bahas sedikit
tentang Gunung Abang. Beberapa hari yang lalu tepatnya tanggal 21-22 July 2015
saya dan beberapa teman saya mendaki gunung Abang dan ini merupakan pertamakalinya
saya mendaki gunung tersebut. Gunung Abang berada di Kecamatan Kintamani
Kabupaten Bangli, terletak di sebelah tenggara Gunung Batur dan dibatasi oleh
danau terluas di pulau Bali yaitu danau Batur. Gunung Abang sendiri sebenarnya
merupakan bagian dari pematang kaldera gunung Batur yang tercipta dari letusan
dasyat gunung Batur di jaman purba. Puncak gunung Abang menjadi titik tertinggi
dari pematang kaldera tersebut yaitu dengan ketinggian mencapai 2152 meter di
atas permukaan laut, lebih tinggi dari gunung Batur sendiri yang hanya 1717
meter di atas permukaan laut. Gunung Abang merupakan gunung tertinggi ketiga di
Bali setelah gunung Agung dan gunung Batukaru.
Sebelumnya saya pernah mendengar
kalau jalur menuju kepuncak gunung Abang cukup sulit karena jalurnya terjal,
dan ternyata hal itu memang benar. Ada dua jalur pendakian gunung Abang, yaitu
dari desa Suter dan dari desa Songan yang orang bilang jalurnya lebih panjang.
Dari Suter yang kami lalui waktu itu, pertama-tama di awal jalur kita akan
melalui jalur berpasir yang cukup mengganggu karena akan mempersulit langkah
dan juga akan menciptakan debu-debu sehingga kita harus melindungi hidung kita
dengan masker, buf, atau sejenisnya agar kita tidak menghirup banyak debu pasir.
Setelah melewati jalur berpasir kita akan menemukan tempat datar yang agak luas
dan terbuka dimana kita bisa beristirahat sejenak. Dari sini kita akan bisa
melihat dengan sangat jelas dan indah gunung Batur beserta rumah-rumah penduduk
di bawahnya. Karena waktu itu kita mendaki malam hari jadi kita hanya bisa melihat
lampu-lampu penduduk di bawah dan bintang-bintang yang sangat banyak di langit
namun tetap terlihat indah. Di tempat istirahat ini juga kita akan menemukan
sebuah pelinggih dimana bagi yang beragama Hindu bisa sembahyang sejenak.
Setelah istirahat dan sembahyang
kita melanjutkan perjalanan. Dari sinilah jalurnya mulai terjal. Semakin jauh melangkah
rasanya jalurnya semakin miring. Ditambah lagi sepanjang jalur ada banyak pohon
tumbang yang menghalangi jalur yang sedikit menghambat perjalanan.
Tumbuhan-tumbuhan di sekitar jalur juga nampak sedikit meunutup-nutupi jalur
yang menurut saya menunjukkan bahwa jalur ini jarang dilalui. Di pertengahan
jalan kita akan kembali menemukan area yang sedikit luas dan terbuka yang ada
pelinggihnya dimana kita istirahat lagi. Karena mendaki malam hari jalur
pendakian menjadi sangat gelap, sebentar saja saya mematikan senter maka tak
satupun benda yang bisa saya lihat apalagi bulan sedang tidak purnama. Semakin
miring jalur maka akan semakin banyak tenaga kita terkuras apalagi kita membawa
banyak barang bawaan di tas kita yang menambah beban. Tak jarang di
beberapa titik kita berhenti sejenak untuk mengumpulkan tenaga lagi. Jika kita
berjalan konstan maka pendakian akan mengabiskan waktu kurang lebih empat jam.
Tepat di puncak gunung Abang kita
akan menemukan sebuah pura kecil yang saya tak tau pura apa namanya. Di areal
pura yang cukup sempit kita merakit dua buah tenda bersama dengan tiga tenda
pendaki lainnya yang sudah terlebih dahulu sampai di puncak. Karena areal
puranya cukup sempit maka tak banyak tenda bisa dibangun, mungkin menurut saya
hanya bisa dibangun maksimal tujuh tenda disana.
Keesokan harinya tak seperti yang
saya harapkan. Ketika bangun dan keluar dari tenda di sekitar pura sudah
tertutupi kabut yang lumayan tebal, sunrise terhalang oleh kabut yang tidak
banyak cahayanya sampai di areal kemah kita. Saya jadi teringat seseorang
pernah mengatakan kalau pematang kaldera gunung Batur menahan awan dan kabut
yang mencegahnya untuk sampai ke gunung Batur, jadi kabut akan habis menjadi
hujan di pemetang kaldera sebelum mancapai gunung Batur sehingga di gunung
Batur jarang terjadi hujan, ternyata hal itu memang saya rasakan sekarang. Walupun
begitu sunrise dan suasana di sekitar tetap terlihat sangat indah dan memang
suasana dingin-dingin sejuk pegunungan inilah yang selalu saya rindukan. Satu
hal yang tidak bisa kita nikmati karena kabut tebal adalah melihat pemandangan
gunung Batur dari puncak gunung Abang, tapi tidak apalah… Kabut yang semakin
tebal akhirnya disambut juga dengan hujan ringang yang membuat kita bertahan di
dalam tenda sampe hujannya reda. Setelah hujan cukup reda kemudian kita
beres-beres dan packing untuk bersiap turun gunung.
Apa yang saya tidak bisa lihat
selama mendaki akhirnya bisa saya lihat sekarang. Ternyata pemandangan hutan
gunung Abang di sepanjang jalur sungguh indah. Di sepanjang jalur kita akan
melihat banyak pohon-pohon besar yang rimbun yang tidak seperti kita sering
lihat di rumah dan kota-kota. Perjalanan turun tidak semelelahkan perjalanan
naik karena barang bawaan sudah banyak berkurang bebannya dan kita bisa
menikmati pemandangan sekitar, namun jalur menjadi sedikit lebih licin karena
hujan. Di beberapa titik jalur ada tempat yang bagus untuk dijadikan tempat berfoto,
salah satunya ada tempat dimana kita bisa berfoto dengan berlatar
gunung Batur.
Dibanding gunung Batur, jalur gunung Abang menurut saya memang lebih sulit, lebih terjal, lebih lama, dan lebih melelahkan mengingat gunung Abang lebih tinggi dan bukan gunung berapi seperti gunung Batur sehingga dari awal sampai akhir pendakian kita akan selalu menemukan pohon-pohon besar, jadi medannya akan lebih sulit karena memungkinkan pohon-pohon tersebut tumbang tepat di jalur pendakian. Ditambah lagi, gunung Abang terutama di puncaknya juga merupakan area yang rawan hujan menurut saya karena menahan awan dan kabut sebelum mencapai gunung batur. Jika dilihat dari segi minat saya berasumsi bahwa akan lebih banyak orang memilih mendaki gunung Batur ketimbang gunung Abang karena walaupun ketinggiannya lebih rendah tapi jalurnya lebih pendek yang hanya menghabiskan waktu kurang lebih dua jam sehingga tidak menguras banyak tenaga, ditambah lagi karena Batur adalah gunung berapi kita tidak akan melihat banyak pohon sehingga kita bisa melihat pemandangan sekitar secara luas. Di puncak Batur kita akan bisa melihat pemandangan luas 360 drajat dan bisa melihat sunrise dengan sangat baik, tidak seperti di gunung Abang yang walaupun sudah di puncak kita akan masih melihat banyak pohon besar di sekeliling. Dari banyaknya tumbuhan yang agak menutup-nutupi jalur pendakian gunung Abang saya juga berasumsi bahwa memang sedikit orang yang pernah mendaki ke gunung ini. Di gunung Batur sendiri hampir setiap hari ada saja orang yang mendaki terutama para wisatawan asing yang ingin melihat sunrise di puncak Batur sehingga gunung Batur menjadi salah satu tujuan utama para touris di Bali (tentang gunung Batur akan saya bahas di artikel selanjutnya).
Bagi anda yang hobi mendaki atau anda yang ingin mendaki dengan tantangan yang lebih dan ingin menikmati pemandangan hutan yang lebat, gunung Abang adalah gunung yang patut untuk di coba karena walaupun akan sangat melelahkan namun itu semua sebanding dengan keindahan yang akan kita dapat dari gunung tersebut. Walaupun terdapat banyak pohon tumbang di sepanjang jalur namun itu justru menambah keunikan jalur itu sendiri. Ponco atau mantel merupakan barang yang WAJIB dibawa jika ingin mendaki gunung Abang. Untuk lebih jelasnya mengenai pendakian kami bisa dilihat di video di bawah ini.
Semoga artikel ini bermanfaat dan
akan menjadi gambaran bagi anda yang ingin mendaki gunung Abang
No comments:
Post a Comment