Monday 27 July 2015

Mendaki Gunung Abang




Alam bagi saya adalah anugerah Tuhan dengan keindahan yang tiada habisnya. Adalah merupakan sebuah gairah bagi pecinta alam seperti saya untuk melakukan aktivitas di alam untuk lepas sejenak dari hiruk pikuk kota dan mencari ketenangan. Oleh karena itu saya selalu bersemangat dan berusaha untuk meluangkan waktu jika ada teman mengajak saya untuk kemah atau mendaki. Di Bali sendiri orang-orang mengatakan bahwa kegiatan kemah dan mendaki saat ini sedang menjadi trend sehingga mulai banyak orang yang non pecinta alam juga berminat untuk mencoba menikmati alam dengan kemah atau mendaki.

Kali ini saya akan bahas sedikit tentang Gunung Abang. Beberapa hari yang lalu tepatnya tanggal 21-22 July 2015 saya dan beberapa teman saya mendaki gunung Abang dan ini merupakan pertamakalinya saya mendaki gunung tersebut. Gunung Abang berada di Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli, terletak di sebelah tenggara Gunung Batur dan dibatasi oleh danau terluas di pulau Bali yaitu danau Batur. Gunung Abang sendiri sebenarnya merupakan bagian dari pematang kaldera gunung Batur yang tercipta dari letusan dasyat gunung Batur di jaman purba. Puncak gunung Abang menjadi titik tertinggi dari pematang kaldera tersebut yaitu dengan ketinggian mencapai 2152 meter di atas permukaan laut, lebih tinggi dari gunung Batur sendiri yang hanya 1717 meter di atas permukaan laut. Gunung Abang merupakan gunung tertinggi ketiga di Bali setelah gunung Agung dan gunung Batukaru.



Sebelumnya saya pernah mendengar kalau jalur menuju kepuncak gunung Abang cukup sulit karena jalurnya terjal, dan ternyata hal itu memang benar. Ada dua jalur pendakian gunung Abang, yaitu dari desa Suter dan dari desa Songan yang orang bilang jalurnya lebih panjang. Dari Suter yang kami lalui waktu itu, pertama-tama di awal jalur kita akan melalui jalur berpasir yang cukup mengganggu karena akan mempersulit langkah dan juga akan menciptakan debu-debu sehingga kita harus melindungi hidung kita dengan masker, buf, atau sejenisnya agar kita tidak menghirup banyak debu pasir. Setelah melewati jalur berpasir kita akan menemukan tempat datar yang agak luas dan terbuka dimana kita bisa beristirahat sejenak. Dari sini kita akan bisa melihat dengan sangat jelas dan indah gunung Batur beserta rumah-rumah penduduk di bawahnya. Karena waktu itu kita mendaki malam hari jadi kita hanya bisa melihat lampu-lampu penduduk di bawah dan bintang-bintang yang sangat banyak di langit namun tetap terlihat indah. Di tempat istirahat ini juga kita akan menemukan sebuah pelinggih dimana bagi yang beragama Hindu bisa sembahyang sejenak.

Setelah istirahat dan sembahyang kita melanjutkan perjalanan. Dari sinilah jalurnya mulai terjal. Semakin jauh melangkah rasanya jalurnya semakin miring. Ditambah lagi sepanjang jalur ada banyak pohon tumbang yang menghalangi jalur yang sedikit menghambat perjalanan. Tumbuhan-tumbuhan di sekitar jalur juga nampak sedikit meunutup-nutupi jalur yang menurut saya menunjukkan bahwa jalur ini jarang dilalui. Di pertengahan jalan kita akan kembali menemukan area yang sedikit luas dan terbuka yang ada pelinggihnya dimana kita istirahat lagi. Karena mendaki malam hari jalur pendakian menjadi sangat gelap, sebentar saja saya mematikan senter maka tak satupun benda yang bisa saya lihat apalagi bulan sedang tidak purnama. Semakin miring jalur maka akan semakin banyak tenaga kita terkuras apalagi kita membawa banyak barang bawaan di tas kita yang menambah beban. Tak jarang di beberapa titik kita berhenti sejenak untuk mengumpulkan tenaga lagi. Jika kita berjalan konstan maka pendakian akan mengabiskan waktu kurang lebih empat jam.

Tepat di puncak gunung Abang kita akan menemukan sebuah pura kecil yang saya tak tau pura apa namanya. Di areal pura yang cukup sempit kita merakit dua buah tenda bersama dengan tiga tenda pendaki lainnya yang sudah terlebih dahulu sampai di puncak. Karena areal puranya cukup sempit maka tak banyak tenda bisa dibangun, mungkin menurut saya hanya bisa dibangun maksimal tujuh tenda disana.

Keesokan harinya tak seperti yang saya harapkan. Ketika bangun dan keluar dari tenda di sekitar pura sudah tertutupi kabut yang lumayan tebal, sunrise terhalang oleh kabut yang tidak banyak cahayanya sampai di areal kemah kita. Saya jadi teringat seseorang pernah mengatakan kalau pematang kaldera gunung Batur menahan awan dan kabut yang mencegahnya untuk sampai ke gunung Batur, jadi kabut akan habis menjadi hujan di pemetang kaldera sebelum mancapai gunung Batur sehingga di gunung Batur jarang terjadi hujan, ternyata hal itu memang saya rasakan sekarang. Walupun begitu sunrise dan suasana di sekitar tetap terlihat sangat indah dan memang suasana dingin-dingin sejuk pegunungan inilah yang selalu saya rindukan. Satu hal yang tidak bisa kita nikmati karena kabut tebal adalah melihat pemandangan gunung Batur dari puncak gunung Abang, tapi tidak apalah… Kabut yang semakin tebal akhirnya disambut juga dengan hujan ringang yang membuat kita bertahan di dalam tenda sampe hujannya reda. Setelah hujan cukup reda kemudian kita beres-beres dan packing untuk bersiap turun gunung.








Apa yang saya tidak bisa lihat selama mendaki akhirnya bisa saya lihat sekarang. Ternyata pemandangan hutan gunung Abang di sepanjang jalur sungguh indah. Di sepanjang jalur kita akan melihat banyak pohon-pohon besar yang rimbun yang tidak seperti kita sering lihat di rumah dan kota-kota. Perjalanan turun tidak semelelahkan perjalanan naik karena barang bawaan sudah banyak berkurang bebannya dan kita bisa menikmati pemandangan sekitar, namun jalur menjadi sedikit lebih licin karena hujan. Di beberapa titik jalur ada tempat yang bagus untuk dijadikan tempat berfoto, salah satunya ada tempat dimana kita bisa berfoto dengan berlatar gunung Batur.       
     



Dibanding gunung Batur, jalur gunung Abang menurut saya memang lebih sulit, lebih terjal, lebih lama, dan lebih melelahkan mengingat gunung Abang lebih tinggi dan bukan gunung berapi seperti gunung Batur sehingga dari awal sampai akhir pendakian kita akan selalu menemukan pohon-pohon besar, jadi medannya akan lebih sulit karena memungkinkan pohon-pohon tersebut tumbang tepat di jalur pendakian. Ditambah lagi, gunung Abang terutama di puncaknya juga merupakan area yang rawan hujan menurut saya karena menahan awan dan kabut sebelum mencapai gunung batur. Jika dilihat dari segi minat saya berasumsi bahwa akan lebih banyak orang memilih mendaki gunung Batur ketimbang gunung Abang karena walaupun ketinggiannya lebih rendah tapi jalurnya lebih pendek yang hanya menghabiskan waktu kurang lebih dua jam sehingga tidak menguras banyak tenaga, ditambah lagi karena Batur adalah gunung berapi kita tidak akan melihat banyak pohon sehingga kita bisa melihat pemandangan sekitar secara luas. Di puncak Batur kita akan bisa melihat pemandangan luas 360 drajat dan bisa melihat sunrise dengan sangat baik, tidak seperti di gunung Abang yang walaupun sudah di puncak kita akan masih melihat banyak pohon besar di sekeliling. Dari banyaknya tumbuhan yang agak menutup-nutupi jalur pendakian gunung Abang saya juga berasumsi bahwa memang sedikit orang yang pernah mendaki ke gunung ini. Di gunung Batur sendiri hampir setiap hari ada saja orang yang mendaki terutama para wisatawan asing yang ingin melihat sunrise di puncak Batur sehingga gunung Batur menjadi salah satu tujuan utama para touris di Bali (tentang gunung Batur akan saya bahas di artikel selanjutnya).

Bagi anda yang hobi mendaki atau anda yang ingin mendaki dengan tantangan yang lebih dan ingin menikmati pemandangan hutan yang lebat, gunung Abang adalah gunung yang patut untuk di coba karena walaupun akan sangat melelahkan namun itu semua sebanding dengan keindahan yang akan kita dapat dari gunung tersebut. Walaupun terdapat banyak pohon tumbang di sepanjang jalur namun itu justru menambah keunikan jalur itu sendiri. Ponco atau mantel merupakan barang yang WAJIB dibawa jika ingin mendaki gunung Abang. Untuk lebih jelasnya mengenai pendakian kami bisa dilihat di video di bawah ini.



Semoga artikel ini bermanfaat dan akan menjadi gambaran bagi anda yang ingin mendaki gunung Abang


SALAM LESTARI……


Baca juga:
Mendaki Gunung Batukaru








Thursday 16 July 2015

Puisi Rasaku (Di Hari Yang Hanya Aku Yang Tau)

Di Hari Yang Hanya Aku Yang Tau


Inilah cerita
Dia yang terbang bebas
Menggali kisahnya sendiri
Di dalam dunia ciptaan
Dari pikiran bertabur warna
Tak seorang kan tau
Betapa asing kenyataan ini
Dari seluruh waktu hidup
Dunia selalu berganti
Dari besar ke kecil
Maupun dari kecil ke besar
Tak ada hambatan
Semua berputar seadanya
Karena kadang yang kecil
Adalah kebutuhannya
Di dalam waktu yang bergejolak
Kepada selurah umat manusia
Hari ini tercipta dan terlukis
Dari pikiran yang bebas
Hari ini kan jadi rahasia
Dan tersimpan di hanya satu orang
Biarlah hari ini
Adalah hari yang hanya aku yang tau.